Tuesday, 8 October 2013


Jumlah gebetan yang pernah bersama denganku selalu berbanding terbalik dengan jumlah mantan yang kukenal. Diibaratkan mencari sebuah jarum di dalam tumpukan jerami. Pergi ke sana, ketemu mantan, pergi ke sini ketemu mantan. Di mana-mana ada mantan, rasanya duniaku sudah tidak nyaman lagi untuk dihuni. Meski begitu yang menjadikan dunia ini tetap manis adalah dengan kehadiran para “bidadari” gebetan.
Tapi aku tidak sendirian, masih banyak di luar sana yang memiliki nasib sama denganku. Sebut saja kedua temanku yang tidak kalah “rekor”-nya dalam masalah percintaan. Handoyo, si jangkung berwajah bayi dengan hati yang polos, pengikut aliran PMDK (Pendekatan Mulu Dapet Kagak), serta Fadli, peserta SBMPTN (Seleksi Bersama Mencari Pasangan Tanpa Ngantri). Aku sendiri adalah Rizal, tanpa diulang, salah satu pencetus Undangan, yaitu mencari pasangan melalui jalur undian atau comblangan. Kami bertiga adalah Trio wkwkwk.
Pada kesempatan yang indah dan mempesona kali ini, cinta datang begitu saja tanpa permisi. Kami bertiga, selalu solid dan setia kawan dalam masalah berbagi, kecuali cinta. Kali ini, dewi Fortuna berpihak kepadaku. Belum lama ini aku berkenalan dengan salah seorang gadis bernama Talita.
“Guys! Doain gua di date pertama ini ya!” ucapku kepada kedua sahabatku itu.
“Nge-date? Udah jadian lu bang?” tanya Handoyo sambil menggunting kuku kakinya dengan posisi manuever “bangau main demprak.”
“Proses, tinggal nunggu clearance nih hehe,” jawabku bangga. Malam itu aku mengenakan pakaian super mewah dan keruwen banget. Saking kerennya jadi keruwen.
“Makan-makan ya Zal,” sahut fadli dari dapur, sedang memasak mie rebus.
“Emang acara arisan apa,” balasku.
“Peje harus turun nih atau kita demo,” timpal Handoyo.
“Yoooo!” balas Fadli.
“Berani meres gua nih?” tanyaku.
“Yaelah bang, lu mah Jawa doang tapi unyu,” balas Handoyo.
“Makanya cewek banyak yang suka,” timpalku pede.
Unyu? Apakah aku selucu itu? Sule kalah dong?
Date pertamaku setelah sekian abad menjomblo, hidup dalam kesendirian. Mantan pertamaku seperti cleopatra, aku menjadi budak cintanya. Dan seterusnya, hingga mantan terakhirku adalah atlit silat yang terkemuka. Tidak cuma hatiku yang kelepek-kelepek, wajahku dibuatnya meletek-meletek.
Aku menangis?
Cuma sekali tiap malam kok. Sambil dengerin lagu galau, kalau tidak Kerispatih yang “Mengenangmu” ya lagu Dewa 19 “Pupus”. Namun semuanya berubah ketika aku bertemu dengan Talita. Sosok gadis yang selalu tersenyum, cantik, pintar, dan mudah tertawa. Padahal lawakanku jayus dan garing nampol, akan tetapi ia tetap tertawa mendengarnya. Tawanya indah bagaikan senandung bidadari dari surga, dan suaranya begitu merdu seperti alunan harpa para malaikat.
Date malam ini harus sukses!
Kami bertemu di sebuah restoran bintang empat, aku sengaja memesan makan malam khusus nan romantis. Tema “Candlelight” dinner menjadi menu utama malam ini.
“Makasih lho kamu udah mau repot begini,” puji Talita yang malam itu mengenakan gaun merah ciptaan seorang desainer terkenal, yang tak kukenal.
“Ini semua istimewa untuk kamu kok,” sahut mulut buayaku mulai beraksi.
“Tapi kamu romantis banget,” balasnya. “Kamu cowok pertama yang ngajakin aku nge-date di tempat… mewah seperti ini…”
“Kalau jadi pacarku tiap malam juga kita makan di sini,” sahutku.
“Eh? Apa kamu bilang?”
“Eh enggak em… anu mari makan dulu, kasihan makanannya sudah dingin karena terpana dengan kecantikanmu…”
“Ihhh gombal!”
Aku tidak dapat mengingat menu malam itu. Aku tidak dapat menggambarkan cita rasa tiap sendoknya. Yang kuingat dan kuperhatikan hanya Talita seorang, meski makanku jadi belepotan seperti bayi. Sendok di sana, makanan di sini. Tapi Talita begitu perhatian, ia langsung menyeka mulutku dengan penuh kasih sayang. Aku tidak dapat melupakan malam ini.
“Terimakasih ya Zal,” katanya setelah kuantar pulang. Aku mengantarnya hanya sampai depan gerbang.
“Sama-sama,” jawabku senang.
“Gak mampir dulu? Di dalam ada kakak dan adikku, ibu dan ayah juga.”
“Mungkin lain waktu, lagipula sang putri butuh istirahat agar kecantikannya tetap terjaga ya kan?”
Talita hanya tertawa mendengarnya. Soal gombal aku ahlinya, menaklukan hati wanita aku-lah pakarnya.
Beberapa minggu berlalu, hubunganku dengan talita semakin bertambah erat. Dan sepertinya, kedua sahabatku ini semakin penasaran dengan sosok talita yang menjadi target operasiku.
“Bro, bawa dong gebetan lu ke sini, kita-kita kan mau kenal!” pinta handoyo yang sedang menonton bersama fadli.
“Entar deh kalo udah jadi!” kelitku.
“Bilang aja takut tak ambil zal,” sahut fadli.
“Ah udahlah lu berdua nonton JKT 48 aja deh, gua pergi dulu ya, mau jemput talita latihan nih!” kataku. Aku sudah berjanji untuk menjemputnya seusai ia latihan basket di GOR.
“talita? Jadi namanya talita?” tanya handoyo. “Please banget deh kepo nih kritis, lihat fotonya dong? Ada twitternya?”
Karena tidak tahan melihat wajah mupeng sahabatku, aku memberikan akun twitter talita, yaitu @tlithaboekanahlay.
“Lho? Ini kan…” kata fadli sedikit terkejut melihat avatar talita di akun tersebut.
“Ada apa fad?” tanyaku.
“Namanya bener talita?” tanya dia.
“Iyo atuh, kenapa deh?”
“Mirip mantanku zal,” sahutnya. “Mantanku, tapi aku lupa namanya…vita atau siapa gitu…”
“Moso toh?” tanyaku.
“Persis banget!” kata fadli.
“Yakin lu fad?”
“Hemm… bulu mata sebelah kirinya lebih panjang dari sebelah kanannya enggak? Atau ada rambut uban yang panjang sendiri deket telinganya…?”
“fad,” kataku berwajah datar seperti jalan tol. “Cirinya jangan yang begitu dong, ada ciri lain?”
“Hehe maaf le, coba kamu lihat apa ada tahi lalat di leher belakangnya?”
Tahi lalat?
Aku jadi penasaran sekarang. Apa benar talita adalah “mantan” yang fadli maksud? Bila benar, tentunya tidak etis, berpacaran dengan mantan sahabat sendiri. Bukan karena sekon-nya, tapi itu dilarang dalam buku etika bersahabat halaman tiga puluh paragraf dua baris sepuluh kalimat kelima yang berbunyi: “Jangan mengembat apa yang bukan hakmu, ambillah hakmu selain hak temanmu, sekalipun ia melalaikan hak itu.”
Oke, aku akan memeriksanya!
Sesuai rencana, aku menjemput talita dan mencoba melihat tahi lalat di leher belakangnya… tanpa diketahui olehnya tentu.
“Ada apa zal?” tanya talita yang sedikit risih karena melihat tingkahku yang sedikit “berbeda”.
“Ah enggak,” kelitku, masih mencoba memperhatikan tahi lalat itu.
“Kamu sakit leher?” tanyanya.
“Enggak… eh iya, iya deh! Salah bantal kayaknya!”
“Bantal siapa yang kamu pakai memang?” candanya.
“Bantal fadli atau handoyo temanku mungkin,” jawabku seadanya.
“fadli… katamu?” tanyanya seolah mengingat sesuatu.
“Iya… fadli… kenapa?”
“Ah enggak apa-apa…” jawabnya seperti mencoba menyembunyikan sesuatu.
Aneh.
Aku jadi semakin penasaran. Jadi aku memakai trik kuno.
“Ada kotoran tuh di lehermu.”
“Eh? Mana?” tanyanya sambil mengibaskan rambut yang menutupi lehernya.
“Itu di belakang!” tunjukku.
“Mana?”
Ah belum kelihatan lagi.
“Eh tuh ada cicak.”
“Eh? Mana? Ih jijik usir dong!”
Aku mengambil kesempatan itu untuk melihat dari dekat. Tak ada. Tak ada ternyata.
Aku lega, ternyata ia bukan orang yang fadlu maksud… akan tetapi…
“Udah gak ada cicaknya?”
“Eh… iya eh udah pergi tuh ke konser,” jawabku.
Hubungan ini semakin berjalan ke arah yang jelas, tidak seperti wajahku. Akan tetapi, talita tampaknya curiga kepadaku. Ia memintaku untuk menemuinya di sebuah hotel di wilayah elit. Dia memintaku untuk datang sendirian. Tapi aku takut, jadi aku mengajak kedua sahabatku untuk menjagaku.
“Haloooo, lu seorang yang jawa banyumas berwajah seram bertubuh hercules ini takut sama cewek?” kata handoyo.
“Serius takut deh, takut diapa-apain, gimana kalo gua diperk*sa sama dia?” tanyaku.
handoyo dan fadli memasang wajah datar persis jalan tol. “Lu? Diperk*sa? fak”
“Nanti gua bukan perjaka lagi deh,” jawabku sedih. “Ayolah! Lagian gua curiga sama dia nih!”
“Gua juga penasaran sih zal sama talita ini…” timpal fadli.
“Berani bayar berapa lu bang ngajak kita ke sana?”
“Entar gua comblangin deh lu berdua sama temen gua!” jawabku.
“Ciyus?” tanya handoyo.
“Temen lu emang ada yang cantik?” tanya fadli.
“Ada banyak! Yaaaa…. ada-lah! Kalo gak salah! Gak gua pacarin aja karena itu temen gua!”
Jadi, Trio wkwkwk ini akhirnya pergi bersama. Menuju hotel yang disebutkan oleh talita. Malam ini, semuanya akan terjawab… kurasa…
“Lantai lima puluh tiga kamar nomor dua,” isi sms talita kepadaku.
“Tuh baca deh bro! Ngeri ah mainannya udah pesen kamar-kamaran,” kataku.
“Bro,” kata handoyo. “Lu kan jawa banyumas muka sangar? Hati lu ternyata hello kitty ya?”
“Bukan bro, itu mah untuk cewek. Kalo teletubbies masih oke deh,” sahutku. “Muka doang serem, hati gua mah selembut salju…”
Aku menyuruh kedua sahabatku untuk mengikuti dari belakang, dan mengawasi dari belakang.
Langkahku sempat terhenti ketika aku tiba di depan pintu kamar hotel yang dimaksudkan.
Nafasku memburu. Jantungku terpompa lebih kencang daripada pompa PDAM. Aku siap, tapi tidak siap, eh galau.
Kuketuk pintunya.
“Masuk,” terdengar suara manis dari dalam. Suara talita. Pasti, atau suara tante kunti yang menyamar dan siap memakanku. Ihh kok jadi mikir yang tidak-tidak.
“Ini aku, rizal,” kataku.
“Masuk aja zal,” pintanya. “Tidak dikunci kok…”
Aku membuka pintu. Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam. Aku berjalan pelan. Duh update banget ceritanya kaya orang gaul lagi nge-tweet.
Aku melihat talita tengah berdiri membelakangiku, menghadap jendela, memperhatikan langit gelap dan suasana malam kota hiruk pikuk ini. Wajahnya terhalang oleh rambutnya yang panjang.
“Kamu datang sendiri kan?” tanyanya tanpa menoleh kepadaku.
“Eh anu… iya sendiri kok…”
“Bener? Kamu gak bohongin aku kan?”
“Iya…”
“Ada yang mau aku sampaikan sama kamu… sebelumnya,” katanya lalu menoleh. “Seberapa sayang kamu sama talita?”
“Eh? Kok begitu pertanyaannya?”
“Ya gak apa-apa kan?”
“Aku sayang dan tulus sama kamu. Sejak pertama bertemu, aku tau bahwa aku tidak salah langkah lagi.”
“Banyak cowok yang ngakunya begitu, ujung-ujungnya malah ninggalin… cowok cuma manis di mulut aja!”
“Beda denganku. Aku manis keseluruhan, hehe kamu tau maksudku kan?” candaku. greget. talita tak tertawa.
“Greget,” katanya.
Seketika aku menyadari sesuatu.
“Di mana talita” tanyaku.
“Apa maksudmu…? Aku talita? Apa kamu lupa Zal?”
“Bukan,” jawabku. “Kamu bukan talita. Berhenti menipuku dan hentikan permainan ini!”
Wanita yang berdiri di hadapanku langsung menepuk tangan dan tertawa.
“Kamu memang hebat, seperti kata talita padaku,” ujarnya. “Dari mana kamu tau aku bukan talita?”
“talita selalu tertawa meski aku bingung. talita sangat ceria. Kamu jutek.”
“Eh enak aja ya!”
“Lalu… siapa sebenarnya dirimu?”
Belum sempat ia memperkenalkan diri, seseorang yang mengejutkanku.
“Zal? Kamu udah sampe? Jahat nih kak Vita gak kasih tau kalo dia udah sampe!”
“Eh? Vita?” tanyaku.
“Iya rizal… kak vita adalah kakakku… kami adalah anak kembar,” jawabnya.
“UUUEEEHHHH???” betapa terkejutnya diriku. talita dan vita, anak kembar.
“Apa-apaan ini….?” tanyaku seolah tak percaya, atheis, tak percaya, ah sudahlah.
Pintu kamar didobrak. Handoyo dan fadli masuk menerjang.
“Ada apa bang ?” tanya mereka, yang terkejut juga karena melihat dua wanita yang sama persis, berdiri di hadapan mereka.
“Fadli…?” tanya vita terkejut pula.
“vita….?” tanya fadli membalas.
Cinta lama bertemu kembali, CLBK. Ternyata fadli pernah berpacaran dengan saudari kembar dari talita, yakni Vita.
Aku langsung menyatakan perasaanku kepada talita malam itu juga. vita merestui kami dan talita menyetujuinya. Akhirnya aku memiliki hubungan yang jelas! Dengan wanita yang kuidamkan sejak awal bertemu.
Vita dan fadli sepertinya balikan, tapi itu butuh proses. Tampaknya sih lampu hijau.
“Reuni yang indah ya,” kata Handoyo menangis.
“Lho kok lu nangis?” tanyaku.
“Tinggal gua nih yang jomblo.”
Kami tertawa mendengarnya.
“Malam ini gua traktir kita makan!” ucapku.
Semua bersorak.
“Yeee makan enak!” kata fadli.
“Makan mewah nih!” timpal handoyo.
“Makan di mana zal?” tanya talita.
“Kita makan…. di angkringan jalan…. katanya nasi kucingnya enak lho!”
“what…” sahut mereka. Kecuali talita, ia tertawa.
“Eh sebentar deh!” kata vita. “Aku sekalian ngajak ade kita aja ya!”
“Boleh kan Zal?” tanya talita menunjukkan wajah imut nan unyu, memohon izin dariku.
Aku mengintip isi dompetku. Ikhlas saja, walau menghela nafas, jatah bensinku harus berkurang bulan ini.
“Adikmu?” tanya fadli. “Kamu punya adik lagi vit?”
“Iya fad… adik perempuan kembarku juga…”
“Eh? Kalian tiga bersaudari kembar semua?” tanyaku.
“Iya…”
“Namanya siapa? Siapa?” tanya Handoyo senang.
“Silva,” jawab Talita.
Silva? Yang ada difb  namanya sillva prastiwi itu? Pikirku.
“Kamu pasti seneng deh bertemu dia, dia itu modis dan update terus!” jawab talita.
“Cantik kan adikmu?” tanya handoyo.
“Tentu dong!”
“Tapi… kenapa namanya Silva kayak nama si ... sudahlah?” bisikku perlahan.
Apa lagi yang lebih parah daripada tiga bersaudari kembar? Yang penting, aku tidak jomblo lagi, itu sudah cukup.
Categories: , ,

5 comments:

  1. kopelak, gan.
    ini cerita-ku banget, hhaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahahah berarti pernah ngereasain toh, nasib gan :d

      Delete
  2. wah.. ternyata anda punya bakat untuk hal sperti ini. kalo ditekuni dan diasah terus, bisa-bisa terkenal kayak raditya dika yang berawal dari blog.

    ReplyDelete

Dimohon untuk tidak membuat komentar yang berisi :
1. Kata-kata Kotor.
2. Sara atau Rasis.
3. Dan berkomentar Negatif lainya.

Komentar yang mengandung unsur diatas akan langsung saya hapus.
Terimakasih.