Monday 21 October 2013


Kemampuan turun-temurun yang diwariskan nenek moyang gue, bisa dibilang sangat bermanfaat untuk orang banyak. Pasalnya, sudah hampir ratusan orang merasakan goyangan tangan gue di seluruh tubuh mereka. Goyangan yang membuat otot yang semula menegang, menjadi lemes. Alias ga kaku lagi. Yah, gue sih bersyukur banget punya keahlian di bidang urut mengurut. Karena, selain mengurut ini adalah profesi, gue juga bisa memanfaatkannya untuk menolong orang banyak.
Misalnya, kejadian dua bulan lalu. Saat gue sedang keliling kampung bersama dua asisten gue, yaitu Handoyo dan Bahtiar. Kami menemukan seseorang yang sedang terjepit di antara reruntuhan kasur. Gue juga ga ngerti kenapa kasur itu bisa menimpa badan tuh orang. Sempat terpikir di benak gue, kalau orang itu sedang main petak umpet. Tapi, ngapain ngumpet di bawah kasur. Emangnya kasur rela buat main petak umpet? Lagian, fungsi kasur itu buat tidur, bukan buat main petak umpet. Ga berperikekasuran banget sih!
Melihat orang yang sedang kesulitan, kami pun refleks menolongnya. Sebelum menolong, Kami atur formasi terlebih dahulu. Hal ini memang biasa kami lakukan sebelum beroperasi. Formasinya tuh, kami baris berbanjar, lancang kanan, kemudian gue nungging ke belakang sambil goyang itik. Handoyo yang ada di samping kanan gue pun ga kalah menarik. Dia bergoyang kepala ala Trio Macan. Setelah pusing, minyak gosok yang dibuat dari ingus cicak, ia keluarkan dari kantongnya untuk digosokan di kepala. Sementara Bahtiar, di sebelah kiri gue; mengeluarkan korek dan rokok dari kantungnya. Korek untuk mengeruk jigong di giginya. Sedangkan rokok, berfungsi untuk menyumpal hidungnya yang mampet.
Gimana? Keren kan formasinya?
“Yar, lo ke sudut kiri. Handoyo ke kanan. Gue ke tengah.” Perintah gue lugas.
“Ngapain, bos?” Tanya Handoyo.
“Main karet!. Bego lo! Yah, angkat kasurnya.”
“Tau lu, Han! Bos jadi marah tuh. Kita angkat kasurnya buat tidur di kontrakan. Iya kan, bos?” Ucap dan tanya Bahtiar dengan polos.
“Keplek!” Tangan gue mendarat di kepala Bahtiar
“Aduh, bos sakit.” Bahtiar mengeluh kesakitan.
“Hahaha, sukurin lu! Berarti mendingan gue. Biar kata bos marah, tapi ga sampe geplak kepala gue.”
”Ahhh, diem lu. Banyak bacot.” Tangan gue mendarat di kepala Handoyo.
“Aduh… Bos, kok gue kena juga.”
“Udah-udah… Bisa naik darah turun tai kalau gue terus-terusan punya anak buah kayak lu berdua. Pokonya lu angkat tuh kasur. Cepetan!” Amarah gue meledak karena kelakuan dua bocah yang lahirnya dienter pake komputer, keluarnya dari CPU.
Pertolongan pertama yang kami lakukan setelah mengangkat kasur dari diri orang tersebut adalah mengecek nadinya. Apakah masih berdenyut atau tidak. Setelah dipastikan korban masih hidup, kami langsung mengoleskan minyak angin cap kodok galau dibagian hidung guna menyadarkannya dari pingsan.
“Sadar, bos. Sadar…” Bahtiar berucap senang
“Iye, gua juga tau.” Ujar gue
“Tolong…! tolong…” Orang itu berteriak menjerit dengan wajah setengah takut.
“Tenang… tenang bu, kita orang baik… baaaa…” Ucapan gue terpotong karena rongrongan Ibu tersebut yang semakin menjadi.
“Tolong…! saya mau diperk*sa… tolong…!
Sial… Mimpi apa gue semalam? Niat baik nolongin, malah dikira mau memperk*sa. Hadoh… lagian, tuh ibu kaga tau diri banget sih. Mana doyan gue sama dia. Badanya aja kayak bis malem. Mukanya udah kadaluarsa. Selain itu, yang paling bikin gue ga nahan adalah bibirnya. Bibir sama spakbor motor ga beda jauh. Haha… untung ga ketuker.
Teriakan ibu ga tau diri itu semakin keras. Sehingga mengundang warga sekitar datang untuk menghakimi kami. Melihat kondisi yang sangat darurat seperti ini, mau tak mau kami harus mengeluarkan jurus, “Tauran”. Yah, sebenarnya jurus ini ga pernah digunakan, lantaran kami tahu betapa bahayanya apabila seseorang terkena bumerang dari jurus ini.
Filosofi yang terkandung dalam jurus, “Tauran” adalah “Tau” dan “Ran”. Tau berarti mengetahui. Sementara, Ran diambil dari bahasa Inggris yang artinya lari. Jadi, Tauran yang kami maksud adalah apabila mengetahui ada masa yang ingin menghakimi, lebih baik kita, “Lari…!” alias kabur. Haha
Itulah seuntai pengalaman yang kami rasakan sebagai tukang urut kampung gono-gini.
Hari ini, kami mendapatkan pesanan tugas mengurut salah satu pasien di kampung seberang. Seperti biasa, kami berangkat menggunakan si jagur motor supra merah yang udah hampir 1 tahun ga gue cuci. Gue sengaja ga mencuci si jagur, soalnya menurut mendiang kakek gue, kalau seandainya jagur dicuci, maka kemampuan mengurut yang gue miliki akan hilang. Dan kalau sudah hilang, gue harus betapa di gunung slamet selama setahun. Ga boleh makan dan ga boleh minum. Waduh, ngeri juga yaa ancemannya. Itulah mengapa si jagur ga pernah gue cuci hampir setahun. Jadi, ga heran kalau motor gue ini udah kayak motornya tukang bawang. Haha
Perjalanan setengah jam kami tempuh. Motor yang ditigalin, memang ga akan pernah bisa bohong. Padahal gue udah ngegas full lho.Tapi, tetap aja fakta berbicara lain. Kalau si jagur emang udah angkat tangan menampung tiga tukang urut yang badannya mirip kuproy yang ga berperikemotoran.
“Udah sampe nih…” Gumam gue sembari turun dari motor.
“Bener ga nih, bos alamatnya?” Tanya Handoyo…
“Ya, benerlah. Mana mungkin salah…”
“Udah bos, kita langsung masuk aja.” Ujar Bahtiar.
“Ya udah, lo panggil dah!”
“Assalammu’alaikum… assalammu’alaikum.” Salam Bahtiar.
“Wa’alaikumussalam.”
Wow… Luar biasa bukan kepalang. Yang keluar cewek cantik, bro. Gue perhatiin dari ujung rambut sampe ujung kaki, kaga ada cacatnya sama sekali. Waduh, kalau yang ini minta urut sama agen gue, ga usah dibayar; gue rela dah.
“Permisi, mba. Kami dari agen Granat Pijet Purbalingga…”
“Oh, iya iya silahkan masuk. Bang, kalau pijet bagian sini bisa, kan?”. Sembari memegang pundaknya yang tak tertutup sehelai benang pun. Karena tuh cewek pas keluar pake baju yang kaga ada tangannya.
“Oh, bisa mba… bisa banget.” kami menjawab serentak, seolah merasa senang.
“Kalau bagian yang ini, bang?” Sambil menunjuk ke arah pahanya yang mulus.
“Wah… apalagi yang itu, mba. Bisa banget.” Jawab Handoyo.
“Iye, mba. Pokoknya kita mah tukang pijet multi talent. Bagian apa aja bisa kita kerjain.” Serobot gue menambahkan…
“Oh gitu yaa… Ya udah, tunggu sebentar ya, bang!”
“Kita main pijet-pijetan dimana, mba?” Tanya Bahtiar.
“Di sini aja…” sambil menunjuk teras rumah dan ia beranjak ke dalam.
“Oke siap, mba.” Handoyo langsung gelar tiker yang dibawanya di depan teras.
“Eh, tapi apa ga malu ngurut cewek di teras rumah kayak gini? Kan banyak orang yang lewat, bro”. Bahtiar bertanya sembari melihat situasi.
“Ahh bodo amat! Yang penting hepi. Hahaha, asik. Pasien kita kali ini cantik bin demplon.” Handoyo kesenangan.
“Hm.. ya udah… Bos, kita berdua aja ya yang ngurut?” Pinta Bahtiar memelas.
“Aelah… Giliran yang begini aja, pada rebutan lu. Lagian emang lo udah lulus belajar ngurut sama gue? Hah? Belum, kan?” Gue menodong pertanyaan.
“Belum sih, bos. Tapi, kan kita udah 25 tahun jadi asisten bos. Masa kita ga pernah kebagian ngurut…” Protes Handoyo ke gue.
“Woy… umur lu aja baru 20 tahun!”
“Oh iya, bos lupa… haha”.
“Ya udah, kali ini gue ijinin lu berdua buat ngurut.”
“Hahaha, makasih, bos…” Mereka berujar serentak.
“Iye… Dasar mata keranjang lu!”
Beberapa saat kemudian, cewek cantik tersebut keluar dengan membawa seorang kakek tua lagi kerempeng.
“Bang, tolong pijitin kakek saya, ya. Kasian dia baru dateng dari kampung.”
Wajah mereka melongo kaget. Dahi mengerut, perasaan heran pun menyertai. Perlahan, bibir mereka terbuka seolah ragu berucap.
“bbbb-booss… kita ga jadi ngurut deh. Kepala kita mendadak pusing.”
“Hahaha… Makan tuh, kakek-kakek lumutan. Sono lu urut!” Tawa gue terbahak-bahak
“Yaelah, bos. Kita kan ga bisa ngurut.”
“Bodo amat, lu urus sendiri tuh kakek-kakek. Gue mau pulang dulu.” Gue langsung menuju motor dan pergi meninggalkan mereka.
Sementara, mereka tetap mengurut kakek tua tersebut tanpa bayaran. Hahaha pelajaran yang dapat diambil dari kejadian ini adalah, tukang urut kudu profesional. Siapa pun pasiennya, tetap harus dilayani dengan pelayanan prima. Emang enak lo ngurut kakek tua kaga dibayar pula. Sukurin!
Categories: , ,

4 comments:

  1. lagunya kurang pas gan sama ceritanya :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah saya ganti jadi Nyanyian Kode, WARKOP =))

      Delete
  2. Keren gan cerpennya..
    terus berkarya ya :>)

    ReplyDelete
  3. boleh juga cerpen nya,lumayan buat hiburan

    ReplyDelete

Dimohon untuk tidak membuat komentar yang berisi :
1. Kata-kata Kotor.
2. Sara atau Rasis.
3. Dan berkomentar Negatif lainya.

Komentar yang mengandung unsur diatas akan langsung saya hapus.
Terimakasih.